Cinta ku yang sejak lama telah merasuki hatiku kini datang kembali saat diriku menelan kesendirian. Cintaku terhadap sesosok yang lembut dan selalu melindungiku setiap hari kemanapun aku menapakkan kaki, dan menungguku dengan setia saat ia tak bisa. Sosok yang selalu menjadi pijakkan langkahku.
Tanpa dirinya yang kukagumi itu, hari ini aku menderita. Terbukalah luka-luka lama yang dulu menarikku kepadanya, memulai perasaan hangat saat kudekat dengannya. Aku hampir tak sanggup lagi melangkah, namun dalam keramaian kota, sungguh tak mungkin bila aku menangis seorang diri. Aku hanya bisa menyesal telah meninggalkan dirinya tanpa pikir panjang, menyesal telah tergoda emosi sepintas yang datang entah darimana.
Aku terus berjalan dalam keramaian, bertahan dalam penderitaanku, menahan pedihnya luka yang kutanggung. Aku gelisah karena hati dan tubuhku ingin aku kembali ke sisinya, tapi otakku berkata sebaliknya. Masih banyak yang harus kulakukan, dan sudah terlambat bagiku untuk kembali kepadanya. Aku sadar itu benar. Maka aku jalani sisa hariku dengan harapan ia akan memaafkanku dan membiarkanku kembali ke dalam lindungannya.
Andai saja ia bisa mengerti saat aku mencurahkan isi hatiku kepadanya, andai saja ia bisa mengerti perasaanku, keadaanku, penyesalanku. Tapi sahabatku, ia tidak akan mengerti. Ia tak akan pernah bisa.
Karena, temanku, ia adalah.. kaus kakiku.
Monday, 29 June 2009
Sunday, 28 June 2009
Imamku
Wahai pria yang takbirnya tegarkan pijakku
Yang lafalnya terangi jalanku
Yang seruannya mantapkan langkahku
Tahukah kau siapa dalam doaku?
Wahai muadzin yang panggilannya getarkan hatiku
Yang menjagaku dari lupa dan terlambat
Yang hindarkanku dari salah dan sesat
Tahukah kau siapa dalam hatiku?
Wahai lelaki yang suaranya warnai khayalku
Apalah guna terpintal tali kasih di dunia
Bila hasrat putuskan benang sayang tuk selamanya
Dan tak tertenun kain cinta di surga?
Maka sabarlah, sayang. Sabar.
Wahai imam yang tuntunannya memanduku
Jika lama nanti aku bermakmum lagi
Akankah kau terus menjadi imamku?
Yang lafalnya terangi jalanku
Yang seruannya mantapkan langkahku
Tahukah kau siapa dalam doaku?
Wahai muadzin yang panggilannya getarkan hatiku
Yang menjagaku dari lupa dan terlambat
Yang hindarkanku dari salah dan sesat
Tahukah kau siapa dalam hatiku?
Wahai lelaki yang suaranya warnai khayalku
Apalah guna terpintal tali kasih di dunia
Bila hasrat putuskan benang sayang tuk selamanya
Dan tak tertenun kain cinta di surga?
Maka sabarlah, sayang. Sabar.
Wahai imam yang tuntunannya memanduku
Jika lama nanti aku bermakmum lagi
Akankah kau terus menjadi imamku?
Friday, 26 June 2009
Untuk Kekasih yang Tak Kunjung Datang
Di mana dikau, oh dewi fortuna?
Taburlah asa pada diri yang merana
Yang lukanya tersembunyi gelap gerhana
Yang tubuhnya letih termakan kelana
Terjebak aku terjebak
Dalam menara sepi berpeluk tombak
Terantai panggung drama enam babak
Jauh, jauh dari mekar bunga nan semerbak
Datanglah, kau yang dinanti hati yang meradang
Yang kan ku sambut sambil riang berdendang
Kamu, yang kutunggu walau waktu menghujam pedang
Cahaya yang buat derita tak lagi kupandang
Untung kekasih yang tak kunjung datang
Genggam tanganku sebelum senja mengecup petang
Biarlah, biar buar peluhku tak kunjung matang
Menari saja kita dalam terang bintang!
Untuk kekasih yang tak kunjung datang,
Liburan akhir tahun.
Taburlah asa pada diri yang merana
Yang lukanya tersembunyi gelap gerhana
Yang tubuhnya letih termakan kelana
Terjebak aku terjebak
Dalam menara sepi berpeluk tombak
Terantai panggung drama enam babak
Jauh, jauh dari mekar bunga nan semerbak
Datanglah, kau yang dinanti hati yang meradang
Yang kan ku sambut sambil riang berdendang
Kamu, yang kutunggu walau waktu menghujam pedang
Cahaya yang buat derita tak lagi kupandang
Untung kekasih yang tak kunjung datang
Genggam tanganku sebelum senja mengecup petang
Biarlah, biar buar peluhku tak kunjung matang
Menari saja kita dalam terang bintang!
Untuk kekasih yang tak kunjung datang,
Liburan akhir tahun.
Subscribe to:
Posts (Atom)