Tuesday 20 October 2009

Bintang yang Paling Terang

Malam datang. Dan langit tak lagi silau dipanggang mentari. Berhenti berpantul berkas sinar pada putih hamparan awan. Bumi tak lagi hangat berselimut terang. Sejuk semilir mulai menyapu sesaknya petang dan sibuknya siang. Beludru hitam digelar, naungi tanah dari kering ditimpa panas. Bisingnya hidup dicekik oleh rayuan lelap.

Tapi gelapnya malam tak mengusir penatap langit. Selusin insan berkumpul dalam sunyi. Bukan gelap malam, bukan pula dinginnya angin yang mengikat pandang. Tapi tabur intan gemerlap di badan langit. Benih angkasa berpendar dalam diam, berkedip riang dari seberang semesta.

Sepuluh pasang mata menatap kerumun bintang. Kagumi setitik dari segunung kumpulan debu galaksi. Tangan menunjuk, mulut berdecak. Benih semesta telah ditabur. Pohon angkasa telah dewasa. Buah-buah bintang telah masak menunggu dipetik.

Bersandarkan tanah sawah mereka menggapai. Coba mencapai ujung dunia yang terlalu sulit dicapai. Tinggal angan merangkai persahabatan yang tak kenal mati.

Tersisa sekarang dua pasang mata. Gagal ditarik rahasia alam semesta. Terpukau misteri jendela hati manusia. Jika terlihat oleh mereka langit malam, sejuta bintang akan tersenyum menyindir. Karena tertatap oleh mereka mata pasangannya, tiada lagi artinya kedip bintang di langit.

Karena bintang yang paling terang ada di mata belahan jiwanya.


***

sindiran untuk pasangan yang baru bersemi.

kenangan tentang kelompok tesis yang belajar astronomi.

teguran untuk mereka yang memilih laptop dan kartu remi.